Produksi Turun, Harga CPO Bakal Naik di Akhir Tahun

Faktor cuaca dan meningkatnya permintaan sawit dari India dan Amerika Serikat diperkirakan akan mengerek harga sawit hingga kembali ke angka US$900 per metrik ton.

"Curah hujan yang tinggi di Malaysia dan Indonesia telah menyebabkan produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) berkurang. Produksi yang berkurang ini menimbulkan spekulasi untuk meningkatkan permintaan CPO jangka pendek di pasar global dan mendongkrak harga CPO pada akhir minggu terakhir November," ujar Fadhil Hasan, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia, dalam siaran persnya hari ini.

Fadhil mengatakan dari sisi harga, harga sepanjang November bergerak di kisaran US$ 900 – US$ 945 per metrik ton, harga rata-rata sepanjang November US$ 919 per metrik ton atau meningkat 7% dibandingkan harga rata-rata bulan lalu US$ 859 per metrik ton.

"Sampai pada akhir tahun harga CPO global diperkirakan akan meningkat karena keadaan cuaca di Indonesia dan Malaysia diperkirakan masih mengalami curah hujan yang tinggi sehingga panen akan terganggu dan produksi diperkirakan akan berkurang. Jelang hari raya natal dan tahun baru, permintaan akan CPO akan naik sehingga harga juga akan terkerek," kata dia.



Dia mengatakan harga CPO pada bulan Desember diperkirakan bergerak di kisaran US$ 900 - US$ 950 per metrik ton. Bea Keluar CPO pada bulan Desember ditetapkan pemerintah sebesar 12% dengan harga referensi rata-rata CPO US$ 910 dan Harga Patokan Ekspor US$ 835 per metrik ton.

Menurut data Gapki, volume ekspor CPO dan turunannya asal Indonesia pada November 2013 tercatat meningkat sebesar 152,3 ribu ton (8,2%) menjadi 2.01 juta ton dari 1,86 juta ton bulan lalu. Angka ini juga tercatat meningkat sekitar 1,6% jika dibandingkan dengan kinerja ekspor periode yang sama tahun lalu yaitu 1.98 juta ton.

Untuk pertama kalinya sejak Juni, India mengimpor CPO dan turunannya dari Indonesia menembus lebih dari 500 ribu ton. Pada November, impor India mencapai 529,52 ribu ton atau naik 8,5% dibandingkan dengan bulan lalu sebesar 488,26 ribu ton.

Meningkatnya impor India juga karena adanya spekulasi bahwa pemerintah India akan menaikkan pajak impor refined oil dari 7.5% menjadi 10%. Hal ini mengakibatkan para importir India mengambil kesempatan mengimpor sebanyak mungkin sebelum pajak impor baru diberlakukan.

Tiongkok mencatat kenaikan impor CPO dan turunannya dari Indonesia sebesar 306,73 ribu ton atau naik 10,24 ribu ton (3,5%) dibandingkan impor bulan lalu. Kenaikan permintaan impor yang cukup signifikan datang dari Pakistan. Pada November, ekspor Indonesia ke Pakistan mencapai 125,63 ribu ton atau naik 58,32 ribu ton (87%) dibandingkan dengan impor bulan lalu. Meningkatnya ekspor ke Pakistan diperkirakan juga terkait dengan Preferential Trade Agreement (PTA) Indonesia dan Pakistan yang efektif berlaku pada September lalu.

Seiring dengan berjalannya kembali anggaran pemerintah Amerika Serikat (setelah ditutup beberapa waktu bulan lalu) telah mengembalikan kinerja perdagangan negara Paman Sam ini. Volume ekspor Indonesia untuk CPO dan turunannya ke Amerika Serikat November ini tercatat 47,80 ribu ton atau naik 12,63 ribu ton (35,9%).

Bertolak belakang dengan ekspor keempat negara di atas, ekspor Indonesia untuk CPO dan turunannya ke negara Uni Eropa tercatat menurun 46,34 ribu ton (11,7 %) dari 395,38 ribu ton pada bulan lalu menjadi 349,03 ribu ton November ini. Menurunnya impor ke negara Eropa karena anti dumping duties impor biodiesel terhadap Indonesia dan Argentina telah efektif diberlakukan dan berdampak negatif juga terhadap impor CPO.

Penurunan volume impor yang cukup signifikan juga dibukukan Bangladesh dari 101,90 ribu ton bulan lalu turun menjadi 53,55 ribu ton pada November
 
© 2009 PT Rifan Financindo Berjangka Medan | Powered by Blogger | Built on the Blogger Template Valid X/HTML (Just Home Page) | Design: Choen | PageNav: Abu Farhan